Would You Wear Something You Don't Believe? (a communication perspective)

Howdy….
It has been so long. I tell you, a lot of things happened lately. The deal is, none of it seems postable hahahahaha. Inspirations are beautiful, and how come I realize it this late!? But it still feels good to know though. Hopefully inspirations like this will keep coming to my head, replace it, refresh it. Well, straight to the post shall we?

***

Sebagai seorang mahasiswa komunikasi, sudah seharusnya gue mulai belajar melihat semua hal di dunia ini melalui perspektif komunikasi. Beberapa minggu yang lalu, dosen Pengantar Ilmu Komunikasi gue ngasih kuliah tentang Simbol-simbol Komunikasi. Menurut Ilmu Komunikasi, simbol adalah karakter, huruf, angka, kata, benda, orang atau aksi yang mewakili sesuatu kecuali dirinya sendiri. Karena gue abis belanja, simbol yang pengen gue omongin disini adalah “kaos” :).

Menurut dosen gue itu, dulu kaos hanyalah pakaian para pekerja kasar. Kaos dipilih karena bahannya yang nyaman, menyerap keringat dan murah. Jaman dulu, kaos itu nggak ada nilainya sama sekali, kaos Cuma sekedar alat penutup badan. Nothing more. Tapi sesuai karkteristik komunikasi yang dinamis dan di kembangkan oleh media dan teknologi, sekarang kaos sudah berkembang jadi media penyampaian pesan yang efektif, bahkan banget. Contohnya, sadar nggak kalo kita liat mas-mas pake kaos bertuliskan “Universitas Indonesia”, kita langsung berpikir “Orang ini pasti anak UI.”, that’s it, tanpa bicara bahkan tanpa sadar kita udah melakukan sebuah proses komunikasi.

Well something interesting happenend today. When I was shopping I really-really got affected by that “communication symbol” thingy. I found this cool white t-shirt with red words on it, it says “Jim Morrison Is My Grandpa”. Pas gue ambil kaos itu, gue tertegun. Gue berpikir, “Do I know Jim Morrison?” well, gue tau Jim Morrison itu siapa, tapi maksud gue adalah “Apakah gue tau lagu-lagunya?”, “Apakah gue tau kisahnya?”, “Am I a fan?” I guess the answer is no. Saat itu gue berpikir, ketika nanti gue make kaos itu, orang akan bertanya ke gue “Siapa sih Jim Morrison?”, “Lagu dia yang lo suka apa?”, akan sangat aneh kalo gue make kaos itu tanpa mengetahui satu hal pun tentang Jim Morrison. Itu diliat dari sisi impact ke orang lain. Kalo diliat dari impact ke diri gue sendiri, the tee says “Jim Morrison is my Grandpa”, itu menunjukkan kalo gue berpikir Jim itu orang yang sangat keren sehingga pantes gue angkat jadi kakek gue, kan? Tapi gimana gue mau berpikir seseorang itu keren tanpa tau karyanya, sejarahnya, dan tentu saja siapa dia sebenarnya. Kalau gue maksain pake kaos itu, gue akan merasa seperti ngebohongin diri sendiri. pembodohan diri. Finally I come with this conclusion, I like this shirt, im gonna buy it, and I will learn about “who the hell is Jim Morrison”. I will listen to his songs, I will become his one big fan! Tapi apa mau dikata, tuhan belum menginzinkan gue mengenal oom Jim, size yang gue cari ngga ada.

Akhirnya pilihan gue jatuh pada sebuah t-shirt putih bertuliskan “HIRE ME”, well it’s pretty much telling who I am, a boy who’s looking for a job. For the experience, for the money (mostly the money, but the experience’s too (it’s the money)). Tapi entah apa pesan tuhan hari itu, size yang gue cari (juga) ngga ada. Yang ada ya cuma yang di display itu yang notabene, sudah agak kotor. Time is short, and that’s the closest to what I am looking for. So I took it, and I got 20% discount for it :p

My point is that I’m not over-ing it, it’s more about who I am, what kind of massage I want people to know, and how I project myself. Well maybe, people will think it’s just overrated (the hell it’s just a damn t-shirt), but once again, as a communication student I have to start to see everything through the communication persperctive. I call it a communication way.

So, would you wear something you don’t believe?

Friends